Social Engineering
Beberapa pengertian Social Engineering :
"Social engineering refers to various techniques that are
utilized to obtain information in order to bypass security systems, through the exploitation of human
vulnerability".
(Bezuidenhout et.al., 2010)
"Social Engineering is the term for using human deception as
means for information theft". (Hermansson et.al., 2005)
“Social Engineering is the art of exploiting the weakest
link of information security systems: the people who are using them.”
(Huber, 2009)
“Social engineering does not rely on a faulty piece of
high-tech equipment to mount the attack; rather , it uses a skilled attack on
the psyche of the opponent.”
(Long,
2008)
“Social engineering attacks have the goal of collecting a
certain amount of data to be used later in a technical attack.”
(Evans, 2009)
“Social engineering purpose of attacks is to get direct
access by using physical or digital access
to an organisation’s information or information system. "
” (Foozy , 2011)
” (Foozy , 2011)
Social Engineering bisa diartikan sebagai berbagai usaha dalam mengeksploitasi titik terlemah dalam sebuah sistem keamanan komputer. Dan titik terlemah tersebut terdapat pada manusia. Atau dengan kata lain Social Engineering adalah suatu teknik
memperoleh data/informasi rahasia dengan cara mengeksploitasi kelemahan
manusia. Contohnya kelemahan manusia yang dimaksud misalnya :
- Rasa Takut – jika seorang pegawai atau karyawan dimintai data atau informasi dari atasannya, polisi, atau penegak hukum yang lain, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikan tanpa merasa sungkan;
- Rasa Percaya – jika seorang individu dimintai data atau informasi dari teman baik, rekan sejawat, sanak saudara, atau sekretaris, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikannya tanpa harus merasa curiga; dan
- Rasa Ingin Menolong – jika seseorang dimintai data atau informasi dari orang yang sedang tertimpa musibah, dalam kesedihan yang mendalam, menjadi korban bencana, atau berada dalam duka, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikan data atau informasi yang diinginkan tanpa bertanya lebih dahulu.
Tipe Social Engineering
Pada dasarnya teknik Social Engineering dapat dibagi menjadi
dua jenis, yaitu: berbasis interaksi sosial dan berbasis interaksi komputer.
- Berbasis Interaksi Sosial (melalui telepon)
Skenario 1 (Kedok sebagai User Penting)
Seorang penipu menelpon help desk bagian divisi teknologi
informasi dan mengatakan hal sebagai berikut “Halo, di sini pak Abraham,
Direktur Keuangan. Saya mau log in tapi lupa password saya. Boleh tolong
beritahu sekarang agar saya dapat segera bekerja?”. Karena takut – dan merasa
sedikit tersanjung karena untuk pertama kalinya dapat berbicara dan
mendengar suara Direktur
Keuangan perusahaannya yang
bersangkutan langsung memberikan
password yang dimaksud tanpa rasa curiga sedikitpun. Si penipu bisa tahu nama
Direktur Keuangannya adalah Abraham karena melihat dari situs perusahaan.
Skenario 2 (Kedok sebagai User yang Sah)
Dengan mengaku sebagai rekan kerja dari departemen yang berbeda, seorang wanita menelepon staf junior teknologi
informasi sambil berkata “Halo, ini Iwan ya? Wan, ini Septi dari Divisi
Marketing, dulu kita satu grup waktu outing kantor di Cisarua. Bisa tolong
bantu reset password-ku tidak? Dirubah saja menjadi tanggal lahirku. Aku takut
ada orang yang tahu passwordku, sementara saat ini aku di luar kantor dan tidak
bisa merubahnya. Bisa bantu ya?”. Sang junior yang tahu persis setahun yang
lalu merasa berjumpa Septi dalam acara kantor langsung melakukan yang diminta
rekan sekerjanya tersebut tanpa melakukan cek dan ricek. Sementara kriminal
yang mengaku sebagai Septi mengetahui nama-nama terkait dari majalah dinding “Aktivitas”
yang dipajang di lobby perusahaan – dan nomor telepon Iwan diketahuinya dari
Satpam dan/atau receptionist.
Skenario 3 (Kedok sebagai M itra Vendor)
Dalam hal ini penjahat yang mengaku sebagai mitra vendor
menelepon bagian operasional teknologi informasi dengan mengajak berbicara
hal-hal yang bersifat teknis sebagai berikut: “Pak Aryo, saya Ronald dari PT
Teknik Alih Daya Abadi, yang membantu outsource file CRM perusahaan Bapak. Hari
ini kami ingin Bapak mencoba modul baru kami secara cuma- cuma. Boleh saya tahu
username dan password Bapak agar dapat saya bantu instalasi dari tempat saya?
Nanti kalau sudah terinstal, Bapak dapat mencoba fitur-fitur dan fasilitas
canggih dari program CRM versi terbaru.” Merasa mendapatkan kesempatan,
kepercayaan, dan penghargaan, yang bersangkutan langsung memberikan username
dan passwordnya kepada si penjahat tanpa merasa curiga sedikitpun. Sekali lagi
sang penjahat bisa tahu nama- nama yang bersangkutan melalui berita-berita di
koran dan majalah mengenai produk/jasa PT Teknik Alih Daya Abadi dan nama-nama
klien utamanya.
Skenario 4 (Kedok sebagai Konsultan Audit)
Kali ini seorang penipu menelpon Manajer Teknologi Informasi
dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut: “Selamat pagi Pak Basuki, nama
saya Roni Setiadi, auditor teknologi informasi eksternal yang ditunjuk
perusahaan untuk melakukan validasi prosedur. Sebagai seorang Manajer Teknologi
Informasi, boleh saya tahu bagaimana cara Bapak melindungi website perusahaan
agar tidak terkena serangan defacement dari hacker?”. Merasa tertantang
kompetensinya, dengan panjang lebar yang bersangkutan cerita mengenai struktur
keamanan website yang diimplementasikan perusahaannya. Tentu saja sang kriminal
tertawa dan sangat senang sekali mendengarkan bocoran kelemahan ini, sehingga
mempermudah yang bersangkutan dalam melakukan serangan.
Skenario 5 (Kedok sebagai Penegak Hukum)
Contoh terakhir ini adalah peristiwa klasik yang sering
terjadi dan dipergunakan sebagai pendekatan penjahat kepada calon korbannya:
“Selamat sore Pak, kami dari Kepolisian yang bekerjasama dengan Tim Insiden
Keamanan Internet Nasional. Hasil monitoring kami memperlihatkan sedang ada
serangan menuju server anda dari luar negeri. Kami bermaksud untuk
melindunginya. Bisa tolong diberikan perincian kepada kami mengenai topologi
dan spesifikasi jaringan anda secara detail?”. Tentu saja yang bersangkutan
biasanya langsung memberikan informasi penting tersebut karena merasa takut
untuk menanyakan keabsahan atau keaslian identitas penelpon.
- menggunakan komputer atau piranti elektronik/digital lain sebagai alat bantu
Skenario 1 (Teknik Phishing – melalui Email)
Strategi ini adalah yang paling banyak dilakukan di negara
berkembang seperti Indonesia. Biasanya si penjahat menyamar sebagai pegawai
atau karyawan sah yang merepresentasikan bank. Email yang dimaksud berbunyi
misalnya sebagai berikut:
“Pelanggan Yth. Sehubungan sedang dilakukannya upgrade
sistem teknologi informasi di bank ini, maka agar anda tetap mendapatkan
pelayanan perbankan yang prima, mohon disampaikan kepada kami nomor rekening,
username, dan password anda untuk kami perbaharui. Agar aman, lakukanlah dengan
cara me-reply electronic mail ini. Terima kasih atas perhatian dan koordinasi
anda sebagai pelanggan setia kami.
Wassalam,
Manajer Teknologi Informasi”
Bagaimana caranya si penjahat tahu alamat email yang
bersangkutan? Banyak cara yang dapat diambil, seperti: melakukan searching di
internet, mendapatkan keterangan dari kartu nama, melihatnya dari anggota
mailing list, dan lain sebagainya.
Skenario 2 (Teknik Phishing – melalui SMS)
Pengguna telepon genggam di Indonesia naik secara pesat.
Sudah lebih dari 100 juta nomor terjual pada akhir tahun 2008. Pelaku kriminal
kerap memanfaatkan fitur-fitur yang ada pada telepon genggam atau sejenisnya
untuk melakukan social engineering seperti yang terlihat pada contoh S M S
berikut ini:
“Selamat. Anda baru saja memenangkan hadiah sebesar Rp
25,000,000 dari Bank X yang bekerjasama dengan provider telekomunikasi Y. Agar
kami dapat segera mentransfer uang tunai kemenangan ke rekening bank anda,
mohon diinformasikan user name dan passoword internet bank anda kepada kami.
Sekali lagi kami atas nama Manajemen Bank X mengucapkan selamat atas kemenangan
anda…”
Skenario 3 (Teknik Phishing – melalui Pop Up Windows)
Ketika seseorang sedang berselancar di internet, tiba-tiba
muncul sebuah “pop up window”
yang bertuliskan sebagai berikut:
“Komputer anda telah terjangkiti virus yang sangat berbahaya. Untuk membersihkannya, tekanlah tombol
BERSIH KAN di bawah ini.”
Tentu saja para awam tanpa pikir panjang langsung menekan
tombol BERSIHKAN yang akibatnya justru sebaliknya, dimana penjahat
berhasil mengambil alih komputer terkait yang dapat dimasukkan virus atau
program mata-mata lainnya.
Jenis Social Engineering Lainnya
Karena sifatnya yang sangat “manusiawi” dan memanfaatkan
interaksi sosial, teknik-teknik memperoleh informasi rahasia berkembang secara
sangat variatif. Beberapa contoh adalah sebagai berikut:
- Ketika seseorang memasukkan password di AT M atau di PC, yang bersangkutan “mengintip” dari belakang bahu sang korban, sehingga karakter passwordnya dapat terlihat;
- Mengaduk-ngaduk tong sampah tempat pembuangan kertas atau dokumen kerja perusahaan untuk mendapatkan sejumlah informasi penting atau rahasia lainnya;
- Menyamar menjadi “office boy” untuk dapat masuk bekerja ke dalam kantor manajemen atau pimpinan puncak perusahaan guna mencari informasi rahasia;
- ikut masuk ke dalam ruangan melalui pintu keamanan dengan cara “menguntit” individu atau mereka yang memiliki akses legal;
- Mengatakan secara meyakinkan bahwa yang bersangkutan terlupa membawa I D-Card yang berfungsi sebagai kunci akses sehingga diberikan bantuan oleh satpam;
- Membantu membawakan dokumen atau tas atau notebook dari pimpinan dan manajemen dimana pada saat lalai yang bersangkutan dapat memperoleh sejumlah informasi berharga;
- Melalui chatting di dunia maya, si penjahat mengajak ngobrol calon korban sambil pelan-pelan berusaha menguak sejumlah informasi berharga darinya;
- Dengan menggunakan situs social networking – seperti facebook, myspace, friendster, dsb. – melakukan diskursus dan komunikasi yang pelan-pelan mengarah pada proses “penelanjangan” informasi rahasia;
Target Korban Social Engineering
Statistik memperlihatkan, bahwa ada 4 (empat) kelompok
individu di perusahaan yang kerap menjadi korban tindakan social engineering,
yaitu:
- Receptionist dan/atau Help Desk sebuah perusahaan, karena merupakan pintu masuk ke dalam organisasi yang relatif memiliki data/informasi lengkap mengenai personel yang bekerja dalam lingkungan dimaksud;
- Pendukung teknis dari divisi teknologi informasi – khususnya yang melayani pimpinan dan manajemen perusahaan, karena mereka biasanya memegang kunci akses penting ke data dan informasi rahasia, berharga, dan strategis;
- Administrator sistem dan pengguna komputer, karena mereka memiliki otoritas untuk mengelola manajemen password dan account semua pengguna teknologi informasi di perusahaan;
- Mitra kerja atau vendor perusahaan yang menjadi target, karena mereka adalah pihak yang menyediakan berbagai teknologi beserta fitur dan kapabilitasnya yang dipergunakan oleh segenap manajemen dan karyawan perusahaan; dan
- Karyawan baru yang masih belum begitu paham mengenai prosedur standar keamanan informasi di perusahaan.
Solusi Menghindari Resiko
Setelah mengetahui isu social engineering di atas, timbul
pertanyaan mengenai bagaimana cara menghindarinya. Berdasarkan sejumlah
pengalaman, berikut adalah hal-hal yang biasa disarankan kepada mereka yang
merupakan pemangku kepentingan aset-aset informasi penting perusahaan, yaitu:
- Selalu hati-hati dan mawas diri dalam melakukan interaksi di dunia nyata maupun di dunia maya. Tidak ada salahnya perilaku “ekstra hati-hati” diterapkan di sini mengingat informasi merupakan aset sangat berharga yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan;
- Organisasi atau perusahaan mengeluarkan sebuah buku saku berisi panduan mengamankan informasi yang mudah dimengerti dan diterapkan oleh pegawainya, untuk mengurangi insiden-insiden yang tidak diinginkan;
- Belajar dari buku, seminar, televisi, internet, maupun pengalaman orang lain agar terhindar dari berbagai penipuan dengan menggunakan modus social engineering;
- Pelatihan dan sosialisasi dari perusahaan ke karyawan dan unit-unit terkait mengenai pentingnya mengelola keamanan informasi melalui berbagai cara dan kiat;
- Memasukkan unsur-unsur keamanan informasi dalam standar prosedur operasional sehari-hari – misalnya “clear table and monitor policy” - untuk memastikan semua pegawai melaksanakannya; dan lain sebagainya.
Selain usaha yang dilakukan individu tersebut, perusahaan
atau organisasi yang bersangkutan perlu pula melakukan sejumlah usaha, seperti:
- Melakukan analisa kerawanan sistem keamanan informasi yang ada di perusahaannya.(baca: vulnerability analysis);
- Mencoba melakukan uji coba ketangguhan keamanan dengan cara melakukan “penetration test”;
- Mengembangkan kebijakan, peraturan, prosedur, proses, mekanisme, dan standar yang harus dipatuhi seluruh pemangku kepentingan dalam wilayah organisasi;
- Menjalin kerjasama dengan pihak ketiga seperti vendor, ahli keamanan informasi, institusi penanganan insiden, dan lain sebagainya untuk menyelenggarakan berbagai program dan aktivitas bersama yang mempromosikan kebiasaan perduli pada keamanan informasi;
- Membuat standar klasifikasi aset informasi berdasarkan tingkat kerahasiaan dan nilainya;
- Melakukan audit secara berkala dan berkesinambungan terhadap infrastruktur dan suprastruktur perusahaan dalam menjalankan keamanan inforamsi; dan lain sebagainya.
Terimakasih telah membaca artikel Social Engineering ini, Sobat boleh menyebarkan-nya jika artikel Social Engineering ini bermanfaat, namun jangan lupa meletakkan link sumber artikel Social Engineering. Terima kasih telah berkunjung
terimakasih infonya
ReplyDeletewah bahaya sekali ya
ReplyDelete